“CLONING
DALAM KACAMATA ISLAM”
Pendahuluan
Pada
dasarnya manusia diciptakan oleh Allah berbeda dengan makhluk makhluk lainya.
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dari makhluk makhluk lain, hal
ini karena Allah memberikan suatu karunia luar biasa yang berupa “Akal” pada diri
manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lain. Pada kisahnya Malaikat, Jin,
dan syetan pun diperintahkan Allah untuk sujud kepada Adam (yang merupakan
manusia pertama yang diciptakan Allah) karena kelebihan dari akal yang
dimilikinya.
Masa
demi masa yang terus berjalan dan terus berkembang, memang sifat manusia itu
tidak akan pernah merasa puas terhadap apa yang sudah dimilikinya, sehingga
manusia ini terus menggunakan akalnya untuk mencari dan terus mencari suatu hal
yang baru. Dengan akal ini manusia akan terus berfikir dan selalu mencari
masalah untuk di selesaikan dan mengaitkannya dengan teknologi modern.
Teknologi yang semakin modern ini akan semakin memanjakan manusia untuk
melakukan berbagai hal-hal yang menarik dan aneh. Manusia melakukan kegiatan
seperti ini yang bisa disebuk kegiatan bioteknologi sebenarnya bukan bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan, tetapi menurut hemat saya manusia hanya bertujuan
untuk memenuhi nafsu mereka, karena sebenarnya kebutuhan adalah hanya sebatas untuk
keperluan hidup. Berbeda dengan nafsu, nafsu pada dasarnya adalah rasa ingin
menguasai atau memiliki apa yang diinginkan.
Terkait dengan maraknya masalah kloning, Islam tidak
boleh berdiam diri dan bersikap statis. Penerapan tekhnologi biologi ini memang
pada mulanya hanya menyentuh ranah pengetahuan ilmiah belaka karena ia
dihasilkan melalui proses (science exploration). Tetapi secara langsung maupun
tidak langsung, kloning dapat saja memporak-porandakan sendi-sendi ajaran agama
dan etika universal. Pada tataran ini kloning tidak saja berada pada ranah ilmu
pengetahuan, tetapi lebih jauh dari itu ia telah melakukan loncatan yang cukup
jauh terhadap disiplin ilmu lain seperti etika, social, ekonomi, gender, dan
juga ilmu agama.
Istilah
Cloning
Secara etimologis,
kloning berasal dari kata “clone” yang diturunkan dari bahasa
Yunani “klon”, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak
tanaman. Kata ini digunakan dalam dua pengertian, yaitu :
a. Klon sel yang artinya menduplikasi sejumlah sel dari
sebuah sel yang memiliki sifat-sifat genetiknya identik. dan
b. Klon gen atau molekular, artinya sekelompok salinan
gen yang bersifat identik yang direplikasi dari satu gen dimasukkan dalam sel
inang.
Sedangkan secara terminologis, kloning adalah proses pembuatan sejumlah
besar sel atau molekul yang seluruhnya identik dengan sel atau molekul asalnya.
Kloning dalam bidang genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa melalui
proses seksual. Itulah sebabnya kloning juga dikenal dengan istilah rekombinasi
DNA. Rekombinasi DNA membuka peluang baru dalam terobosan teknologi untuk
mengubah fungsi dan perilaku makhluk hidup sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan manusia (Daulay. 2005).
Dalam perkembangan
biologi molekuler, sekarang dimungkinkan klonasi pada bagian yang lebih kecil
daripada sel, yaitu materi gen. Kemampuan manusia melakukan klonasi gen
memunculkan bidang ilmu baru, yang disebut rekayasa genetika. Untuk pertama
kalinya suatu gen berhasil diklonasi dengan teknik DNA rekombinan pada tahun
1973. Hanya dalam selang waktu tiga tahun, teknologi ini sudah dikomersialkan
oleh suatu perusahaan di California USA, yaitu Genentech. Sebetulnya
klonasi gen juga terjadi secara alami pada beberapa mikroorganisme. Misalnya
beberapa mikroorganisme yang semula rentan terhadap antibiotika berubah menjadi
klon mikroorganisme yang kebal antibiotika. Klona ini terjadi akibat
perbanyakan diri lebih lanjut mikroorganisme induk yang telah kemasukan gen
kebal tadi.
Kloning terhadap
manusia adalah merupakan bentuk intervensi hasil rekayasa manusia. Setelah
keberhasilan kloning domba bernama Dolly pada tahun 1996, para ilmuwan
berpendapat bahwa tidak lama lagi kloning manusia akan menjadi kenyataan.
Kloning manusia hanya membutuhkan pengambilan sel somatis (sel tubuh),
bukan sel reproduktif (seperti sel telur atau sperma) dari seseorang,
kemudian DNA dari sel itu diambil dan ditransfer ke dalam sel telur seseorang
wanita yang belum dibuahi, yang sudah dihilangkan semua karakteristik
genetisnya dengan cara membuang inti sel (yakni DNA) yang ada dalam sel telur
itu. Kemudian, arus listrik dialirkan pada sel telur itu untuk mengelabuinya
agar merasa telah dibuahi, sehingga ia mulai membelah. Sel yang sudah dibuahi
ini kemudian ditanam ke dalam rahim seorang wanita yang ditugaskan sebagai ibu
pengandung. Bayi yang dilahirkan secara genetis akan sama dengan genetika orang
yang mendonorkan sel somatis tersebut.
Kloning ini diharapkan agar bisa memberikan manfaat kepada manusia,
khususnya dibidang medis.
a. Kloning
manusia memungkinkan banyak pasangan tidak subur untuk mendapatkan anak.
b. Teknologi
kloning memungkinkan para ilmuan medis untuk menghidupkan dan mematikan
sel-sel. Dengan demikian, teknologi ini dapat digunakan untuk mengatasi kanker.
Di samping itu, ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses
penuaan berkat apa yang kita pelajari dari kloning.
c. Teknologi
kloning memungkinkan dilakukan pengujian dan penyembuhan penyakit-penyakit
keturunan. Dengan teknologi kloning, kelak dapat membantu manusia dalam
menemukan obat kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat tulang,
lemak, jaringan penyambung, atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien
untuk tujuan bedah penyembuhan dan bedah kecantikan.
Pandangan Islam
Masalah kloning ini merupakan masalah yang kontemporer
atau masalah yang baru-baru lahir di era modern ini, yang mungkin belum pernah
dibahas dalam hadits ataupun Al-Qur’an, dan ulama’-ulama’ jaman dahulu belum
pernah membahas hal ini, khususnya kloning pada manusia. Hanya saja pernah
dibahas oleh kebanyakan para ulama’ kontemporer, mereka membahas masalah
kloning ini berawal dari ayat dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Hajj.
… Kami
telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam
rahim, apa yang Kami kehendaki …” (QS. 22/al-Hajj: 5).
Abul Fadl Mohsin
Ebrahim berpendapat dengan mengutip potongan ayat di atas, bahwa ayat tersebut
menampakkan paradigma al-Qur’an tentang penciptan manusia mencegah
tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat
kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas
tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas.
Islam mengakui hubungan
suami isteri melalui perkawinan sebagai landasan bagi pembentukan masyarakat
yang diatur berdasarkan tuntunan Tuhan. Anak-anak yang lahir dalam ikatan
perkawinan membawa komponen-komponen genetis dari kedua orang tuanya, dan
kombinasi genetis inilah yang memberi mereka identitas. Karena itu, kegelisahan
umat Islam dalam hal ini adalah bahwa replikasi genetis semacam ini akan
berakibat negatif pada hubungan suami-isteri dan hubungan anak-orang tua, dan
akan berujung pada kehancuran institusi keluarga Islam. Lebih jauh, kloning
manusia akan merenggut anak-anak dari akar (nenek moyang) mereka serta merusak
aturan hukum Islam tentang waris yang didasarkan pada pertalian darah.
Dari sudut agama dapat
dikaitkan dengan masalah nasab yang menyangkut masalah hak waris dan pernikahan
(muhrim atau bukan), bila diingat anak hasil kloning hanya mempunyai DNA dari
donor nukleus saja, sehingga walaupun nukleus berasal dari
suami (ayah si anak), maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak membawa DNA
ibunya. Dia seperti bukan anak ibunya (tak ada hubungan darah, hanya sebagai
anak susuan) dan persis bapaknya (haram menikah dengan saudara sepupunya,
terlebih saudara sepupunya hasil kloning juga). Selain itu, menyangkut masalah
kejiwaan, bila melihat bahwa beberapa kelakuan abnormal seperti kriminalitas,
alkoholik dan homoseks disebabkan kelainan kromosan. Demikian pula
masalah kejiwaan bagi anak-anak yang diasuh oleh single parent,
barangkali akan lebih kompleks masalahnya bagi donor nukleus bukan
dari suami dan yang mengandung bukan ibunya.
Sebenarnya dalam islam
yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an telah diajarkan bahwa semua manusia
dianjurkan bahkan diwajibkan untuk menuntut ilmu. Masalah kloning ini tidak
lain juga sebuah Ilmu yang juga datang dari kehendak Allah. Manusia mempunyai
akal adalah disuruh untuk berfikir dalam melakukan tindakan, dan dalam hal
kloning ini tentunya sudah digariskan oleh Allah sebuah ilmu untuk difikirkan
manusia. Menurut hemat saya bahwa kloning ini adalah kehendak atau Takdir Allah,
misalkan manusia menganbil inti sel somatis dari manusia dan difusikan kedalam
sel telur atau sel reproduktif dan diberikan kejutan listrik sehingga akan
membelah dan terus membelah, dan jika ternyata sel ini hidup dan berkembang
menjadi manusia misalnya, maka ini merupakan kehendak dari Allah. Jadi tidak
ada salahnya manusia melakukan sebuah kloning tersebut karena kloning ini
merupakan ilmu yang bersumber dari Allah. Akan tetapi, setiap tindakan harus
dilihat dari dua sisi, yaitu sisi mudharat dan sisi manfaatnya, jika hal itu
merupakan hal yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat, maka tidak ada salahnya
untuk di lakukan, tetapi jika hal tersebut hanya akan menimbulkan mudharat maka
hal tersebut bisa jadi berubah menjadi Haram.
Sebagian ulama yang membolehkan melakukan kloning mengemukakan alasan
sebagai berikut:
1.
Dalam Islam,
kita selalu diajarkan untuk menggunakan akal dalam memahami agama.
2.
Islam
menganjurkan agar kita menuntut ilmu (dalam hadits dinyatakan bahkan sampai ke
negri Cina sekalipun).
3.
Islam
menyampaikan bahwa Allah selalu mengajari dengan ilmu yang belum ia ketahui
(lihat QS. 96/al-’Alaq).
4.
Allah
menyatakan, bahwa manusia tidak akan menguasai ilmu tanpa seizin Allah (lihat
ayat Kursi pada QS. 2/al-Baqarah: 255).
Dengan landasan yang demikian itu, seharusnya kita menyadari bahwa penemuan
teknologi bayi tabung, rekayasa genetika, dan kemudian kloning adalah juga
bagian dari takdir (kehendak) Ilahi, dan dikuasai manusia dengan seizin-Nya.
Penolakan terhadap kemajuan teknologi itu justru bertentangan dengan
prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Islam. Sebenarnya terkait dengan ilmu
kloning ini tidak begitu masalah bagi kehidupan, tetapi yang bermasalah dalam
hal ini menurut saya adalah orang yang mengaplikasikan atau mempraktekkan ilmu
kloning itu.
Jika dilihat secara detail lagi, maka kegiatan kloning manusia ini lebih
banyak menimbulkan banyak madharatnya daripada kebaikannya. Selain dari masalah
kemanusiaan, menghancurkan garis keturunan, dan berpeluang besar untuk
terjadinya kerusakan mental dan otak manusia, teknologi kloning ini juga
melakukan kegiatan Jual beli embrio dan sel.
Sebuah riset bisa saja mucul untuk memperjual-belikan embrio dan sel-sel tubuh
hasil kloning. Transaksi-transaksi semacam ini dianggap bâthil (tidak
sah) dalam islam berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Seseorang tidak boleh memperdagangkan sesuatu yang
bukan miliknya.
2. Sebuah hadits menyatakan: “Di antara orang-orang
yang akan dimintai pertanggungjawaban pada Hari Akhir adalah orang yang menjual
manusia merdeka dan memakan hasilnya”.
Sering juga dalam
kemajuan teknologi ini ada yang melakukan transfer organ untuk difungsikan pada
manusia yang disebut transplantasi.
Ada beberapa hewan yang sering digunakan agen transfer organ yaitu Babi dan
Primata, dalam hukum islam saja sudah jelaz bahwa hewan Babi itu diharamkan,
maka tidak sepatutnya lah hal itu dilakukan.
Dengan demikian, potensi keburukan yang terkandung dalam teknologi kloning
manusia jauh lebih besar daripada kebaikan yang bisa diperoleh darinya, dan
karenanya umat Islam tidak dibenarkan mengambil manfaat terapeutik dari
kloning manusia.
Penutup
Dari pembahasan diatas
maka dapat diketahui bahwa teknologi kloning sangatlah banyak menimbulkan
kemadhorotan dari pada kebaikannya, maka selayaknya kloning ini diharamkan jika
kloning ini dipraktekkan pada manusia, karena hal ini akan banyak sekali
menimbulkan madharat. Di sisi lain, kloning ini juga bisa memberikan manfaat
bagi manusia, misalkan dalam menemukan obat penyakit yang belum pernah
ditemukan, dan jikalau dilakukan pada Hewan maka akan lebih condong ada
manfaatnya. Akan tetapi, ada juga keburukan yang akan timbul yaitu akan
berkurang nya spesies asli, dan yang timbul adalah menyebarnya hewan-hewan
transgenik, dan ini akan mengancam keanekaragaman hayati.
Sebenarnya menentukan
hukum pada kloning ini memang agak rumit, karena kloning ini masalah kontemporer
yang belum pernah dibahas para sahabat dan ulama’ dahulu. Menurut hemat saya,
lebih baik dilihat sisi positif dan sisi negatifnya terlebih dahulu dan
berpatokan pada Al-Qur’an maupun Hadits yang menyinggung jika akan menetapkan
Hukum suatu hal. Sekian terima kasih.
No comments:
Post a Comment